Digital Cinema : Virtual Screens (Michael Allen)
Digital cinema merupakan suatu konsep ataupun proses perjalanan suatu film dapat diproduksi secara digital. Perjalanan tersebut dimulai dari perekaman gambar, pendistribusian gambar, pengolahan gambar menjadi sebuah film, hingga penayangan sebuah film. Proses perekaman gambar dilakukan secara bertahap dengan menggunakan sebuah kamera digital. Setelah perekaman gambar telah usai gambar-gambar tersebut akan diolah dan dicetak sehingga menjadi sebuah film dengan kualitas HD. Film yang sudah jadi akan didistribusikan ke seluruh bioskop di dunia dengan menggunakan satelit, sehingga film tersebut dapat ditayangkan atau ditonton secara global dan menyeluruh.
Alat atau perangkat merapakan faktor terpenting dalam pembuatan suatu film. Alat digunakan untuk memudahkan produksi suatu film dari proses perekaman hingga penayangan film. Alat-alat yang digunakan untuk memproduksi film antara lain :
Kamera
Beragam kamera digital dapat kita gunakan untuk merekam gambar dengan kualitas gambar yang bagus. Semakin besar kemampuan kamera untuk merekam gambar maka rekaman gambar yang dihasilkan akan semakin bagus dan lembut. Kebanyakan kamera digital pada zaman sekarang dapat merekam gambar dengan resolusi HD hingga 4K (4096 x 2160). Perkembangan teknologi yang semakin pesat serta kebutuhan masyarakat akan kamera digital yang mumpuni mempengaruhi industri-industri pengembang kamera dunia untuk selalu memperbaharui serta memproduksi kamera dengan teknologi tinggi disetiap tahunnya.
Proyektor
Terdapat dua jenis proyektor yang digunakan untuk penayangan sebuah sinema digital yaitu proyektor DLP (Digital Light Processing) dan proyektor DCI (Digital Cinema Initiatives). Proyektor DLP memiliki resolusi 1280×1024 atau setara dengan 1.3 megapiksel. Sedangkan proyektor DCI memiliki dua jenis spesifikasi, yaitu 2K (2048×1080) atau setara 2.2 MP pada 24 atau 48 bingkai dan 4K (4096×2160) atau setara dengan 8.85 MP pada 24 bingkai per detik.
Sound System
Penayangan sebuah sinema digital tentu tidak terlepas dari sistem suara yang ada. Pada zaman sekarang banyak industri yang telah mengembangkan teknologi sistem suara yang dapat menghasilkan suara dengan kualitas tinggi pada sinema digital sehingga dapat memberikan pengalaman yang berbeda pada setiap penayangannya.
Proses Pasca Produksi Sinema Digital
Pada proses pasca produksi, negatif film pada kamera asli dipindai menjadi format digital pada pemindai resolusi tinggi. Dengan teknologi digital, data dari kamera gambar bergerak bisa diubah menjadi format berkas gambar yang bagus untuk ditonton. Semua berkas gambar dapat dikoreksi agar cocok dengan daftar edit yang dibuat oleh editor film. Hasil akhir proses pasca produksi adalah penengah digital yang digunakan untuk memindahkan rekaman gambar bergerak pada film ke sinema digital. Semua suara, gambar, dan elemen data produksi yang telah dilengkapi dapat dipasang pada pusat distribusi sinema digital yang berisi semua material digital yang harus ditayangkan. Gambar dan suara kemudian dimampatkan dan dikemas dalam bentuk kemasan sinema digital (dalam bahasa Inggris: Digital Cinema Package atau DCP.
Keuntungan Ekonomi
Sebelum teknologi digital muncul dalam pembuatan sinema, sinema harus dibuat dengan pita seluloid 35 mm yang harga satu rollnya berharga empat juta rupiah dan hanya mampu merekam sepanjang empat menit. Jika produser sinema ingin membuat sebuah film sepanjang seratus menit maka dibutuhkan dana sekitar dua puluh lima juta rupiah dan itupun hanya untuk merekam gambar saja. Banyaknya dana yang dikeluarkan oleh produser belum dapat menghasilkan sinema yang bagus dan memerlukan proses-proses yang dapat menambah biaya produksi sinema. Setelah adanya teknologi digital, biaya pembuatan sinema menjadi lebih murah. Dengan hanya menggunakan kamera Betacam SP yang kasetnya berharga seratus sepuluh ribu rupiah, produser dapat merekam gambar sepanjang 30 menit. Oleh karena itu bagi para produser, sinema digital merupakan teknologi yang sangat murah.
